Yusril Ihza Mahendra Desak Reformasi Politik: DPR Harus Diisi Negarawan, Bukan Oligarki atau Selebriti
- account_circle Azkatia
- calendar_month Ming, 14 Sep 2025

Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan, Yusril Ihza Mahendra. (Foto: Kompaspedia).
Lens IDN, Jakarta – Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan, Yusril Ihza Mahendra, menyerukan perlunya reformasi politik menyeluruh untuk memperbaiki kualitas parlemen dan memperkuat sistem demokrasi di Indonesia.
Dalam wawancara di kanal YouTube Akbar Faizal Uncensored pada 11 September 2025, Yusril menegaskan bahwa sistem pemilu saat ini terlalu transaksional dan membuka ruang dominasi oligarki serta politik dinasti di lembaga legislatif.
“Sulit berharap DPR yang berkualitas dengan sistem seperti sekarang. Banyak anggota DPR ditempatkan di komisi tanpa memahami bidangnya, bahkan ada yang malas belajar,” ujar Yusril.
Ia mengutip riset lembaga independen yang menunjukkan bahwa 99 persen anggota DPR merupakan produk oligarki politik dan dinasti kekuasaan. Menurutnya, fenomena tersebut menggerus integritas parlemen sekaligus mempersempit ruang partisipasi rakyat dalam demokrasi.
“Kalau bukan istri bupati, anak gubernur, ya kerabat pejabat. Banyak juga yang masuk DPR karena dibiayai oligarki dengan tujuan mengamankan kepentingan mereka,” tegas Yusril.
Usul Reformasi Sistem Pemilu dan Partai Politik
Untuk memperbaiki kondisi tersebut, Yusril mendorong revisi Undang-Undang Pemilu dan Partai Politik, khususnya terkait sistem seleksi calon legislatif. Ia menekankan pentingnya meritokrasi dibandingkan praktik transaksional berbasis uang dan popularitas.
“Partai politik harus demokratis, transparan, dan terbebas dari oligarki. Seleksi caleg jangan hanya berdasarkan uang atau popularitas, tapi kapasitas dan rekam jejak,” jelasnya.
Beberapa usulan yang ia tawarkan antara lain:
- Menetapkan standar minimal pendidikan sarjana bagi calon anggota DPR.
- Menguatkan sistem rekrutmen internal partai yang lebih profesional.
- Membuka opsi pembiayaan penuh partai politik oleh negara dengan pengawasan ketat dari BPK dan KPK untuk menekan praktik politik uang.
“Kalau partai dibiayai negara, tidak ada lagi alasan caleg mengeluarkan uang miliaran. Ini bisa menekan praktik ‘balik modal’ ketika mereka duduk di DPR,” katanya.
Peran Presiden Dinilai Kunci
Meski menyadari usulan ini akan menghadapi resistensi dari DPR, Yusril menilai momentum reformasi harus dipimpin oleh eksekutif, khususnya Presiden Prabowo Subianto.
“Kalau inisiatif datang dari DPR sulit jalan. Tapi kalau presiden tegas memimpin, reformasi politik bisa jadi warisan besar bagi bangsa,” ujarnya.
Terkait Putusan MK dan Presidential Threshold
Yusril juga mengaitkan gagasan reformasi politik dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menghapus ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold) sebesar 20 persen. Menurutnya, langkah tersebut membuka sistem yang lebih inklusif dan kompetitif.
“Kita tidak bisa lagi mempertahankan sistem yang menutup ruang partisipasi rakyat. Reformasi politik adalah jalan untuk memperkuat demokrasi kita,” tutup Yusril.
- Penulis: Azkatia