Cek Kesehatan Gratis dan Wabah Rabies: Momentum Besar untuk Kesehatan Publik, Tantangannya Tak Kalah Besar
- account_circle Mutmainnah, S. Km, Mahasiwi STIKes Surya Global Yogyakarta.
- calendar_month 17 jam yang lalu

Mutmainnah, S. Km, Mahasiwi STIKes Surya Global Yogyakarta. (Foto: Dok/Lens IDN).
Lens IDN, Opini – Peluncuran Program Cek Kesehatan Gratis (CKG) bagi 53,8 juta pelajar di seluruh Indonesia mendapat sorotan luas publik. Pemerintah mengalokasikan anggaran Rp3,4 triliun untuk menjalankan pemeriksaan massal yang mencakup deteksi dini gangguan penglihatan, kesehatan gigi, anemia, hingga kesehatan mental anak. Program ini merupakan salah satu langkah paling ambisius dalam sejarah layanan kesehatan anak berbasis sekolah.
Direktur Network Telkomsel, Indra Mardiatna, dalam acara Konvensi Sains, Teknologi, dan Industri (KSTI) Indonesia 2025 di ITB menyebut bahwa kemajuan teknologi, termasuk pemanfaatan Artificial Intelligence, dapat membantu memperkuat program kesehatan nasional. Pernyataan ini sejalan dengan semangat pemerintah yang ingin menjadikan skrining kesehatan sebagai pondasi pembangunan sumber daya manusia menuju Indonesia Emas 2045.
Potensi Besar, Risiko Besar
Walau skalanya masif, para ahli kesehatan masyarakat menekankan bahwa program ini harus dipandang sebagai awal solusi, bukan akhir. Pengalaman di lapangan menunjukkan bahwa skrining massal kerap menghasilkan temuan kasus tanpa tindak lanjut yang memadai. “Deteksi dini hanya bermanfaat jika diikuti jalur rujukan yang jelas dan dapat diakses masyarakat, termasuk dari sisi biaya,” ujar seorang pengurus Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI).
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menjadi salah satu contoh daerah yang berinovasi dengan memperluas cakupan skrining kepada anak-anak yang tidak bersekolah, dengan target hampir 2 juta jiwa. Kebijakan ini menghindari risiko exclusion error—di mana anak-anak yang paling rentan justru terlewat dari pemeriksaan. Namun, masih ada pertanyaan tentang bagaimana daerah lain akan meniru langkah ini, terutama di wilayah dengan infrastruktur kesehatan terbatas.
Kaitannya dengan Gizi dan Tumbuh Kembang
Data Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) 2024 mencatat prevalensi stunting telah turun menjadi 19,8%, penurunan yang menggembirakan tetapi masih jauh dari target ideal. Program skrining berbasis sekolah dapat menjadi alat efektif untuk mendeteksi masalah gizi sejak dini. Namun, pemeriksaan saja tidak cukup—perlu keterhubungan langsung dengan intervensi, seperti pemberian suplementasi, program makanan bergizi, atau bantuan pangan bagi keluarga yang membutuhkan.
Tanpa intervensi lanjutan, skrining berpotensi menjadi sekadar pencatatan masalah tanpa penyelesaian.
Wabah Rabies di Bali: Peringatan Kesiapsiagaan
Di saat perhatian publik tertuju pada CKG, Provinsi Bali tengah menghadapi lonjakan kasus rabies. Data Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Bali hingga 20 Juli 2025 mencatat 34.845 kasus gigitan hewan penular rabies (GHPR) dan 12 kematian. Rabies dikenal sebagai penyakit yang 100% fatal jika gejalanya muncul, sehingga pencegahan melalui vaksinasi hewan dan penanganan pasca-paparan (Post Exposure Prophylaxis/PEP) menjadi krusial.
Lonjakan ini memicu peringatan dari pemerintah Australia kepada warganya yang hendak berwisata ke Bali untuk melakukan vaksinasi rabies sebelum berangkat. Pemerintah daerah diminta mempercepat vaksinasi massal hewan, mengendalikan populasi anjing liar, dan memastikan ketersediaan vaksin anti-rabies di fasilitas kesehatan primer.
Kasus rabies ini menjadi pengingat bahwa kesehatan masyarakat tidak hanya tentang skrining penyakit tidak menular, tetapi juga kesiapan menghadapi ancaman zoonosis melalui pendekatan terpadu One Health.
Tantangan Teknis dan Implementasi
Sejumlah risiko yang perlu diantisipasi antara lain:
- Data tanpa aksi: Hasil skrining harus diikuti dengan pengobatan dan rujukan yang jelas, termasuk dukungan pembiayaan melalui BPJS Kesehatan.
- Kualitas pemeriksaan yang tidak seragam: Standarisasi prosedur dan pelatihan tenaga kesehatan sangat penting untuk memastikan akurasi diagnosis.
- Kesenjangan daerah: Wilayah terpencil berisiko mendapat pemeriksaan tanpa fasilitas tindak lanjut.
- Pendanaan berkelanjutan: Program ini perlu strategi pembiayaan jangka panjang, bukan sekadar proyek satu kali.
Rekomendasi
- Integrasi dengan Sistem Rujukan Nasional: Pastikan hasil skrining langsung terhubung dengan puskesmas atau rumah sakit terdekat, dengan jalur pembiayaan yang jelas.
- Pelatihan Standar Tenaga Skrining: Gunakan checklist elektronik dan panduan diagnosis yang seragam.
- Perluasan Cakupan Non-Sekolah: Terapkan model DKI Jakarta di seluruh provinsi.
- Pendanaan Lanjutan: Alokasikan dana khusus untuk pengobatan dan transportasi pasien dari keluarga tidak mampu.
- Respons Rabies Terpadu: Jalankan program One Health yang melibatkan dinas kesehatan, peternakan, dan pemerintah daerah secara bersamaan.
Program Cek Kesehatan Gratis adalah peluang emas untuk memperkuat fondasi kesehatan generasi mendatang. Namun, ukuran keberhasilannya bukan pada jumlah anak yang diperiksa saat peluncuran, melainkan pada jumlah kasus yang berhasil ditangani secara tuntas.
Demikian pula, wabah rabies di Bali harus menjadi alarm keras bagi sistem kesehatan nasional untuk memperkuat kesiapsiagaan terhadap ancaman penyakit menular lintas spesies. Jika momentum besar ini dikelola dengan perencanaan matang dan kolaborasi lintas sektor, Indonesia akan semakin dekat pada cita-cita menjadi negara maju dengan rakyat yang sehat dan sejahtera pada 2045.
- Penulis: Mutmainnah, S. Km, Mahasiwi STIKes Surya Global Yogyakarta.
- Editor: Azkatia